Oleh : Muhammad Indhy Ridzqi
Latar belakang atau konsep dasar hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat yang dahulu di sebut hutan ulayat, hutan marga, hutan pertuanan atau yang sejenis itu (Andiko, 2009)
Hutan negara dapat berupa hutan adat atau dengan kata lain hutan adat adalah hutan negara yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat (Pasal 1 huruf f). Pernyataan yang tidak mengakui status hukum hutan adat ini diperkuat lagi dengan penjelasan pasal 5 ayat (1) UUK yang menyatakan hutan adat adalah hutan negara yang diserahkan pengelolaanya kepada masyarakat hukum adat. Pernyataan yang agak persuasif hanya terdapat pada pasal 37 UUK yang menyatakan bahwa pemanfaatan hutan adat dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan sesuai dengan fungsinya tetapi tetap saja pemanfaatan hutan adat oleh masyarakat hukum adat tersebut dianggap sebagai hutan negara bukan sebagai hutan adat sehingga kewajiban-kewajiban sebagaimana dikenakan terhadap hutan negara sepanjang hasil hutan tersebut diperdagangkan tetap diperlakukan terhadap masyarakat yang bersangkutan (Warman, 2008)
Menurut Undang-undang No.41 tahun 1999 bahwa hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah adat yang pengelolaannya diserahkan pada masyarakat hukum adat. Jadi, hutan adat secara hukum bukanlah milik masyarakat adat sepenuhnya.
2. Tujuan Hutan Adat
Tujuan pengaturan hutan adat adalah untuk mewujudkan keberadaan sumber daya hutan yang berkualitas tinggi, memperoleh manfaat ekonomi, sosial budaya dan menjamin ekologi yang sehat dan lestari, serta menjamin distribusi manfaatnya secara adil dan merata, khususnya terhadap anggota masyarakat hukum adat setempat atau sekitarnya (Pasal 2 RPP Hutan Adat tahun 2000).
Menurut Moeliono (2010) bahwa hutan adat bagi masyarakat adat sekitar hutan dapat membuka peluang lebih besar kepada masayarakat kampung atau desa untuk dapat memegang hak pengelolaan atas sumberdaya hutan yang dikuasai negara dengan suatu jaminan kepastian (secara hukum) yang lebih kuat, meskipun masih mengandung pembatasan-pembatasan.
Dapat disimpulkan tujuan hutan adat atau tujuan adanya aturan hutan adat tidak lepas dari kegiatan ekonomi nasional yang mana fungsi dari hutan adat tidak lagi menjadi fungsi utama dari hutan adat itu sendiri karena adanya kepentingan dari oknum-oknum tertentu seperti yang dikatakan (warman,2008) yaitu bahwa pemanfaatan hutan adat dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan sesuai dengan fungsinya tetapi tetap saja pemanfaatan hutan adat oleh masyarakat hukum adat tersebut dianggap sebagai hutan negara bukan sebagai hutan adat sehingga kewajiban-kewajiban sebagaimana dikenakan terhadap hutan negara sepanjang hasil hutan tersebut diperdagangkan tetap diperlakukan terhadap masyarakat yang bersangkutan.
3. Konteks sosial – budaya
Konteks sosial – budaya yang terdapat dalam hutan adat yaitu mengenai prinsip-prinsip kearifan adat yang masih dihormati dan dipraktekkan oleh kelompok-kelompok masyarakat adat yaitu antara lain masih hidup selaras alam dengan mentaati mekanisme ekosistem di mana manusia merupakan bagian dari ekosistem yang harus dijaga keseimbangannya, adanya hak penguasaan atau kepemilikan bersama komunitas atas suatu kawasan hutan adat masih bersifat eksklusif sehingga mengikat semua warga untuk menjaga dan mengamankannya dari kerusakan, adanya sistem pengetahuan dan struktur kelembagaan (pemerintah) adat yang memberikan kemampuan bagi komunitas untuk memecahkan secara besrsama masalah-masalah yang mereka hadapi dalam pemanfaatan sumber daya hutan, ada sistem pembagian kerja dan penegakan hukum adat untuk mengamankan sumberdaya milik bersama dari penggunaan berlebihan baik oleh masyarakat itu sendiri maupun oleh orang luar, dan ada mekanisme pemerataan distribusi hasil sumberdaya alam milik bersama yang bisa meredam kecemburuan sosial di tengah masyarakat (Raden dan Nababan, 2003)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konteks sosial budaya dari hutan adat adalah masyarakat adat yang membentuk komunitas untuk memelihara maupun memanfaatkan hutan secara bersama-sama sehingga tidak terjadi konflik antar masyarakat itu sendiri serta mengutamakan nilai-nilai budaya dan tradisi secara turun temurun dalam mengelolah sumber daya hutan.
4. Implementasi
Dalam tataran implementasi hutan adat akan ada sistem dan zonase-zonasenya seperti yang ada di kalimantan barat di situ ada hutan lindung sebagai hutan cadangan desa, ada zona pemanfaatan seperti kebun karet dan meranti atau tanaman setempat lainnya (Hardiansyah,2008)
Catatan kritis terkait dengan hutan adat dan dihubungkan dengan ketersediaan lahannya ini akan terkait dengan arah prinsip pengelolahannya di kawasan hutan adat dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian, perkebunan, dan perhutanan tanpa pretensi merusak lahan dan menyadarkan masyarakat yang telah secara berlebihan melakukan eksploitasi sumberdayanya (Hardiansyah, 2008)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerapan hutan adat mengacu kepada bagaimana kehidupan ekonomi di masyarakat adat itu sendiri yang memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan tanpa melakukan eksploitasinya yang berlebihan yang dapat menyebabkan kerusakan hutan.
5. Rekomendasi
Hal yang dapat dijadikan rekomendasi pada analisis kebijakan hutan adat ini adalah bagaimana menyamakan cara pandang atau paradigma hutan adat menurut pemerintah dengan masyarakat hukum adat serta memperjelas Undang-undang kehutanan tentang hutan adat yang saling bertentangan sehingga tidak terjadi konflik antara pemerintah dengan tubuh masyarakat hukum adat.
terimakasi. sya ijin copy sebagai bahan referensi utuk ujian sya:)
BalasHapus